TSz6TUY0BUA8TpA9TUApTfr5GY==

Kasus Penggelapan di Kampus UMI Makassar, Kerugian Capai Rp11 Miliar

Kasus Penggelapan di Kampus UMI Makassar, Kerugian Capai Rp11 Miliar
Dok. Kampus UMI Makassar.

PEWARTA.CO.ID - Polda Sulawesi Selatan baru-baru ini menetapkan empat tersangka terkait dugaan penggelapan dana dan pengadaan proyek di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat penting kampus, termasuk Rektor UMI saat ini, Sufirman Rahman, mantan Rektor Basri Modding, serta pihak ketiga Ibnu Widiyanto, yang juga merupakan putra Basri, dan mantan Wakil Rektor 1, Hanafi.

Menurut hasil audit Yayasan Wakaf UMI, ditemukan adanya kerugian besar dari beberapa proyek di lingkungan kampus UMI. Salah satu proyek tersebut dikerjakan oleh Ibnu Widiyanto, anak dari mantan Rektor Basri Modding, yang terlibat dalam sejumlah proyek seperti Taman Firdaus, pembangunan Gedung International School, dan pemasangan Access Point.

Pada proyek Taman Firdaus, misalnya, ditemukan kelebihan pembayaran yang cukup signifikan. Proyek ini seharusnya hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp4,9 miliar, namun dalam pelaksanaannya, kampus membayar hingga Rp11 miliar, menghasilkan kelebihan pembayaran sebesar Rp6,5 miliar.

Selain itu, proyek pembangunan Gedung International School yang seharusnya hanya bernilai Rp6,5 miliar, ternyata dibayarkan sebesar Rp10 miliar. Ada selisih kelebihan bayar Rp3,6 miliar.

Begitu pula pada pengadaan 150 access point yang menyebabkan kerugian tambahan sebesar Rp780 juta. Semua proyek ini dikerjakan oleh Ibnu Widiyanto.

"Ada kelebihan bayar Rp3,6 miliar. Pengadaan 150 access point yang dipandang ada kelebihan bayar 780 juta juga. Ketiga proyek tersebut dikerjakan oleh Ibnu Widiyanto Basri, anak kandung dari Prof Basri Modding," ujar Sufirman kepada media, Rabu (25/9/2024).


Temuan kerugian mencapai Rp11 miliar

Selain proyek fisik, ditemukan pula kerugian dari aliran dana kegiatan kepanitiaan dan Yayasan Wakaf UMI dalam acara lomba gambar. Berdasarkan audit yang dilakukan, total kerugian yang dialami kampus mencapai Rp11 miliar. Hal ini menjadi dasar bagi pihak kampus untuk melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.

"Dari tiga item, temuan audit pengawas total kerugian Rp11 miliar yang dijadikan dasar untuk mengajukan laporan polisi terdahulu maupun perdata," jelas Sufirman.

Kasus ini pertama kali dilaporkan ke Polda Sulsel pada Oktober 2024. Selanjutnya, pada Februari 2024, Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sulsel menemukan adanya penyalahgunaan anggaran dari proyek-proyek tersebut.


Laporan lain yang diteliti: Proyek videotron

Selain proyek yang dilaporkan sebelumnya, pihak UMI juga sempat mengajukan laporan terkait dugaan markup pengadaan videotron di Gedung Pascasarjana.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Yayasan Wakaf UMI, ditemukan bahwa pengadaan videotron tersebut sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku. Karena itu, pihak kampus akhirnya mencabut laporan tersebut.

"Jadi khusus videotron itu berdasarkan klarifikasi dari pengawas Yayasan Wakaf UMI, saya garis bawahi disebutkan tidak ada kerugian. Dengan demikian, kasus pengadaan videotron dinyatakan tidak terjadi penyimpangan dan kerugian materi," tambah Sufirman.


Sufirman dijadikan tersangka

Meski Sufirman adalah pihak yang melaporkan kasus tersebut, dirinya justru dijadikan tersangka oleh Polda Sulsel. Ia mengungkapkan bahwa saat proyek-proyek tersebut berlangsung, perannya terbatas pada pengurusan administrasi.

Sufirman menjabat sebagai mantan Asisten Direktur Yayasan yang bertanggung jawab atas keuangan dan administrasi kampus. Tugas utamanya adalah memproses penawaran hingga sampai ke pimpinan universitas.

"Saya memproses penawaran sampai pimpinan Universitas. Peran saya sampai di situ. Setelah sampai di pimpinan Universitas, pimpinan bentuk tim evaluasi. Saya tidak terlibat menilai. Harusnya saya masuk tim evaluasi, tapi saya tidak dilibatkan," katanya.

Lebih lanjut, Sufirman menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki keterlibatan dalam penilaian kelayakan rekanan atau anggaran proyek. "Harganya berapa saya tidak terlibat menilai kelayakan rekanan. Ndak ada 1 rupiah pun ke saya," tambahnya.

Hingga saat ini, Sufirman belum menentukan langkah hukum apa yang akan diambil. Ia mengaku belum menerima surat hasil penyidikan dari Polda Sulsel dan masih menunggu perkembangan lebih lanjut.

"Saya dikaitkan dengan pasal 55 yaitu penyertaan dan pembantuan. Peran saya hanya menandatangani administrasi karena staf saya siapkan berkasnya. Jadi kalau saya dilibatkan, saya tidak tahu terlibat apa. Tapi ya saya hargai," jelasnya.

Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Ketua Yayasan Wakaf UMI, Profesor Masrurah Mokhtar, menyatakan bahwa Sufirman akan tetap menjabat sebagai Rektor UMI sampai ada keputusan hukum yang final. Pihak yayasan juga belum menerima surat perintah penyidikan dari Polda Sulsel terkait kasus ini.

Advertisement
Advertisement
Dapatkan berita Indonesia terkini viral 2024, trending, serta terpopuler hari ini dari media online Pewarta.co.id melalui platform Google News.